Apakah kebahagian sejati terjadi ketika seseorang menemukan apa yang ia inginkan atau ada konsep lain dari kebahagiaan? Cobalah lihat kepada seseorang yang memiliki segala jenis kesenangan. Elvis Presley, pria tampan yang dikaruniai kesehatan dan tubuh yang baik. Dia sangat kaya. Memiliki wanita yang ia inginkan, dan memiliki isteri tercantik pada masanya.
Elvis Presley, memiliki dunia dan isinya. Meskipun dia memiliki segala kesenangan ini, tahukah Anda bagaimana legenda ini wafat? Elvis Presley meninggal di toilet rumahnya karena overdosis narkotika! Setiap orang yang membaca biografi pria ini tahu bahwa dia tidak bahagia dalam hidupnya, tapi dia sedih dan depresi.
Jika hal yang membuat Anda senang berkurang, hal yang membuat Anda sedih bertambah (Ibnu Atha’ As-Sakandari).
Masalah Elvis Presley, dan masalah kebanyakan dari kita adalah mencari kebahagiaan pada tempat yang salah. Lelaki percaya jika ia mendapatkan perempuan tertentu, ia akan menjadi orang paling bahagia. Seorang pebisnis percaya jika ia berhasil dalam beberapa bisnis, ia akan menjadi orang paling bahagia. Dan seorang wanita percaya jika ia menikah dengan pria istimewa, ia akan menjadi wanita paling bahagia.
Kita semua mencari kebahagiaan di tempat tersebut; di luar diri kita sendiri. Setiap orang tahu jika kita menemukan apa yang kita cari, kita akan mulai merasakan kesepiaan, kekosongan, lalu mulai mencari tujuan lain untuk memenuhi kekosongan. Sedangkan seluruh filosof, ilmuwan, nabi, dan seluruh pemikir mempunyai suara bulat dalam mendefinisikan kebahagiaan sebagai: An inner peace (salâm dakhilî), kedamaian dalam diri, yang Anda rasakan dalam diri Anda.
Itulah sebabnya, kita temukan dalam Al-Quran berulang-ulang kata “kedamaian” (salâm) dan ketentraman (thumaninah) 31 kali. Sedangkan kata “kebahagiaan” (sa’âdah) tidak berulang kecuali 2 kali saja dan kita temukan kata tersebut berulang ketika berbicara tentang surga dan hari akhir. (Bermaksud kebahagiaan itu hanya di syurga pada hari Akhirat nanti- semoga kita berbahagia di sana!)
Dalam Diwân-nya, Jalaluddin Rumi pernah bersyair:
“Sulaiman menjadi bosan atas kerajaan,
tetapi Ayub tidak pernah kenyang dengan penderitaan.”
tetapi Ayub tidak pernah kenyang dengan penderitaan.”
Saidina Husain (cucu nabi SAW) pernah berkata: “Sekiranya tidak ada tiga hal, maka anak Adam akan selalu mengangkat kepala (tanda sombong): Fakir, sakit, dan mati.” Wallahualam.
No comments:
Post a Comment